Tentang Tubrukan Kapal

//Tentang Tubrukan Kapal

Tentang Tubrukan Kapal

Salah satu risiko pelayaran adalah tubrukan kapal. Tubrukan kapal dapat berupa tubrukan head to head, berupa singgungan kapal, maupun tubrukan kapal dengan benda-benda tidak bergerak, maupun makna-makna lainnya. Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) Bab VI mengenai Tubrukan Kapal pasal 534 disebutkan, “Tubrukan kapal berarti terjadi benturan atau sentuhan kapal yang satu dengan yang lainnya”. Terlepas dari banyaknya kasus-kasus tubrukan yang terjadi, masalah ini sebenarnya telah diatur di dalam konvensi sendiri yang mengatur upaya pencegahan tubrukan di laut.

A.  Peraturan Internasional Mengenai Pencegahan Tubrukan

Peraturan internasional pertama yang mengatur pencegahan tubrukan dikenal dengan nama COLREG 1960, yang pertama kali diadopsi tahun 1960. Di tahun 1972, International Maritime Organization (IMO) menyetujui pengadopsian COLREG baru yang bernama Convention on the International Regulations for Preventing Collision at Sea 1972. Konvensi ini kemudian dikenal dengan nama COLREG 1972 dan secara resmi berlaku tahun 1977. Konvensi ini diratifikasi oleh Indonesia melalui Kepres no. 50 tahun 1979. Sejak pemberlakuannya COLREG telah mengalami sejumlah perubahan berturut-turut tahun 1981, 1987, 1989, 1993, dan 2001.

B.  Perihal tubrukan kapal sehubungan dengan tanggung jawab atas kerugian

Jumlah kapal semakin meningkat sehingga lalu lintas kapal di lautan maupun selat semakin padat dan ramai. Konsekuensinya, risiko tubrukan kapal juga semakin tinggi. Salah satu aspek yang tidak dapat dilepaskan dari pengangkutan laut adalah asuransi.

Terjadinya tubrukan kapal akan menimbulkan kerugian yang nantinya bisa jadi menimbulkan tanggung jawab pada pihak-pihak yang terlibat dalam pelayaran tersebut. Dalam situasi tertentu, kapal yang sedang berlayar berada dalam keadaan darurat, sementara untuk menyelamatkannya diharuskan untuk membuang sejumlah muatan yang kemudian dapat merusak badan kapal. Kondisi ini disebut dengan general average. Segala kerugian akibat keadaan tersebut ditanggung bersama-sama oleh pihak-pihak yang terlibat di dalam pelayaran, mulai dari pemilik dan operator kapal, serta pemilik barang.

Ada pula klausul di dalam asuransi maritim yang diberi judul both to blame collision. Ketika dua kapal saling bertubrukan atau bersinggungan, langkah pertama adalah menemukan siapa yang menyebabkan dan bersalah atas tubrukan tersebut. Dalam keadaan ini tidak dapat ditentukan secara pasti pihak mana yang bersalah, sebab masing-masing pihak akan menuduh pihak lain yang menyebabkan tubrukan. Kepastian mengenai kasus ini hanya dapat diketahui melalui keputusan Mahkamah Pelayaran.

KUHD Indonesia mengatur bila tubrukan terjadi karena hal yang tidak disengaja, di luar kekuasaan, atau ada keragu-raguan mengenai sebab tubrukan kapal, kerugian yang terjadi akibat tubrukan ditanggung oleh semua pihak yang menderita. Bila tubrukan terjadi karena kesalahan salah satu pihak, maka tanggung jawab dipikul oleh pihak yang bersalah. Adapun bila tubrukan kapal terjadi akibat kedua pihak, tanggung jawab yang dipikul oleh masing-masing pengusaha adalah seimbang sesuai dengan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh masing-masing pihak.

By | 2017-10-22T04:32:47+00:00 August 14th, 2016|Articles|Comments Off on Tentang Tubrukan Kapal

About the Author: