Sejarah dan Fungsi Bill of Lading

//Sejarah dan Fungsi Bill of Lading

Sejarah dan Fungsi Bill of Lading

Setiap perjanjian pengangkutan barang dilengkapi dengan Bill of Lading yang memiliki sejumlah fungsi, terutama sebagai alat bukti perjanjian. Bill of Lading adalah sebuah dokumen yang ditandatangani setelah barang dimuat, yang disampaikan oleh shipper kepada nakhoda atau agen dari pemilik kapal atau pemilik kapal. Dokumen ini menyatakan bahwa barang tertentu telah dimuat di dalam kapal tertentu, dan dimaksudkan agar barang tersebut dikirimkan dan diterima oleh kapal Sejarah dan Fungsi Bill of Lading.

Sejarah Bill of Lading

Pada awalnya Bill of Lading tidak memiliki kekuatan hukum seperti saat ini. Bill of Lading (B/L) telah dikenal sejak ratusan tahun, sejumlah tokoh menyebutnya telah digunakan dalam pengangkutan laut sejak abad ke-14. Shipper di abad pertengahan yang biasanya sekaligus merupakan pemilik barang hanya memperlakukan B/L sebagai tagihan atas barang yang diperjalankan. Catatan mengenai barang yang dimuat di dalam kapal disimpan oleh petugas kapal dan pemilik barang hanya diberi salinannya. Bill of Lading semacam ini terutama dikarenakan pemilik barang menyertai pengiriman barangnya.

Beberapa abad berikutnya model Bill of Lading di atas menjadi tidak berfungsi. Kapal-kapal lebih besar mulai mengangkut beragam kargo milik sejumlah shipper berbeda dan mereka tidak lagi menyertai perjalanan kapal. Barang dipercayakan pada pengangkut dan langsung dikirimkan pada penerima. Bill of Lading mulai diperlakukan sebagai dokumen khusus yang menunjukkan bukti bahwa pihak yang memerintahkan pengiriman barang menuju pelabuhan tertentu merupakan pihak pengirim yang sebenarnya. Salinan catatan yang ditandatangani oleh nakhoda kapal pada tanda terima barang merupakan dokumen yang menunjukkan kepemilikan (title), mengikat pemilik kapal dan consignee terhadap perjanjian pengangkutan.

Status relasi kontrak antara charterer, shipper, charterer dan pemegang bill of lading di masa modern dapat dipahami sebagai berikut:

  1. hubungan perjanjian antara pemilik kapal dengan penyewa tetap diatur melalui charter-party kendati pengeluaran bill of lading ditujukan pada shipper pihak ketiga.
  2. Sekalipun shipper merupakan pihak ketiga yang independen, ia tetap dianggap agen yang melaluinya charterer melaksanakan pemuatan kargo ke kapal. Asumsi ini digunakan demi tujuan charter-party.
  3. Pemilik kapal melalui nakhoda atau agen-agen mereka mengeluarkan bill of lading yang di dalamnya mereka memiliki kewajiban dan kemungkinan tanggung jawab (lailibitas) terhadap pihak ketiga yang independen.
  4. Pemilik kapal selalu dibutuhkan dengan keadaan dunia perdagangan seperti saat ini. Ia diharapkan mengeluarkan bill of lading yang mungkin atau akan dipegang oleh pihak ketiga selain charterer.
  5. Demi tujuan praktis, tidak dapat dihindari bahwa tanggung jawab sebagaimana tercantum dalam bill of lading bisa lebih besar atau lebih kurang dari yang dilakukan oleh pemilik kapal berdasarkan charter party.

Fungsi Bill of Lading

Saat ini Bill of Lading memiliki beberapa fungsi. Setiap Bill of Lading selalu diberi tanggal yang menunjukkan lama penyelesaian pemuatan barang dan waktu barang dikapalkan. Bill of Lading juga mencakup informasi seperti nama kapal, pelabuhan asal, dan pelabuhan tujuan. Dalam keadaan ini, Bill of Lading berlaku sebagai tanda penerimaan barang. Dokumen bill of lading menyatakan bahwa orang yang memegang dokumen tersebut merupakan pemilik barang yang tercantum di dalam bill of lading. Terakhir, bill of lading terutama berfungsi sebagai bukti perjanjian pengangkutan di antara pihak pengirim dengan pihak pengangkut.

By | 2017-10-02T23:44:09+00:00 June 25th, 2017|Articles|Comments Off on Sejarah dan Fungsi Bill of Lading

About the Author: