Perjanjian pengangkutan laut menentukan hak dan kewajiban baik pengangkut maupun penyewa. Penyewa wajib membayar biaya pengangkutan agar barang yang ia perintahkan untuk diangkut sampai di tujuan. Pengangkut berkewajiban menjaga barang sampai dengan selamat sampai tujuan. Dalam kasus kewajiban tidak dapat dipenuhi oleh pengangkut, ia memiliki tanggung jawab terhadap barang-barang yang hilang, musnah, atau berkurang nilainya. Tanggung jawab pengangkut ini didasarkan pada beberapa prinsip, yaitu
- Liability based on fault principle
Disebut juga dengan presumption of non-liability, dalam prinsip ini kesalahan dimaknai sebagai kelalaian maupun perbuatan yang disengaja. Beban pembuktian terletak pada pemilik barang selaku penggugat. Bila terjadi sengketa, penggugat harus membuktikan perbuatan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pihak pengangkut selaku tergugat, yaitu telah berbuat kesalahan dan sebagai akibatnya penggugat mengalami kerugian.
Adapun yang dimaksud dengan kesalahan adalah kesalahan di dalam pengertian umum. Ukuran perbuatan pelaku didasarkan pada perbuatan manusia normal yang mampu membedakan kapan harus melakukan sesuatu atau tidak boleh melakukan sesuatu.
- Rebuttable presumption of liability principle
Prinsip ini dikenal juga sebagai presumption of lialibility principle. Pengangkut secara otomatis dianggap bertanggung jawab bila terjadi kerugian pada pihak pemilik barang ketika pengangkutan, kecuali bila ia mampu membuktikan bahwa ia tidak mungkin menyebabkan kerugian tersebut atau pihaknya sudah melakukan segala tindakan yang diperlukan agar kerugian dapat dihindari.
Pada prinsip ini, beban pembuktian terletak pada tergugat. Pihak penggugat tidak perlu melakukan pembuktian apa-apa, sebab asumsi tanggung jawab langsung berlaku begitu terjadi kerugian. Sebaliknya, penggugat yang harus memberikan pembuktian. Bila ia terbukti telah mengambil semua langkah yang mungkin dan perlu untuk menghindari kerugian; atau bahwa kerugian tersebut bukanlah akibat perbuatannya; atau kerugian terjadi karena keadaan terpaksa yang tidak terhindarkan; maka ia mungkin dapat terlepas dari tanggung jawab atas kerugian tersebut.
- No fault liability
Kerap juga disebut dengan prinsipi strict liability atau absolute liability. Berbeda dengan dua prinsip sebelumnya, tanggung jawab timbul tanpa harus membuktikan telah terjadi kesalahan. Keberadaan tanggung jawab tidak dipengaruhi apakah pihak pengangkut telah melakukan kesalahan atau tidak. Dengan demikian, tidak mungkin bagi pengangkut terbebas dari tanggung jawab. Satu-satunya kemungkinan yang dapat membebaskan pengangkut dari tanggung jawabnya adalah kesalahan yang disebabkan oleh pemilik barang sendiri sehingga kerugian dialaminya.
- limitation of liability
Dengan prinsip ini, tanggung jawab pengangkut dibatasi hingga jumlah tertentu. Ketentuan mengenai pembatasan tanggung jawab ini sudah diatur dalam hukum Indonesia maupun sejumlah konvensi internasional lainnya.
Di dalam hukum Indonesia, ditetapkan tanggung jawab pengangkut sejumlah Rp. 600,- per satu potong barang. The Hague Rules menetapkan batasan 100 poundsterling per koli. The Hague Visby Rules 1968 membatasi tanggung jawab pengangkut sebesar 30 france per koli atau 10.000 france per koli dari berat kotor barang yang hilang atau rusak, mana saja yang lebih tinggi. Di dalam COGSA, dibatasi tanggung jawab pengangkut sebesar 500 dolar Amerika Serikat per koli. Adapun di dalam Hamburg Rules, tanggung jawab pengangkut dibatasi sebesar 835 satuan uang per koli atau 2,5 satuan per kilogram dari berat kotor barang yang hilang atau rusak. Satuan ini didasarkan pada SDR yang nilainya ditetapkan oleh International Monetary Fund.